POLITISASI AGAMA DAN PENGGUNAAN SIMBOL-SIMBOL AGAMA OLEH PARTAI POLITIK

POLITISASI AGAMA DAN PENGGUNAAN SIMBOL-SIMBOL AGAMA OLEH PARTAI POLITIK

Abstract

Religion is used in politics as a means to gain political power from the public. Approach through religion is considered the most appropriate way to gain votes. In the election campaign we often see political actors involved religious leaders, and religious attributes. Unnoticed by the public to use something like this is nothing but to build an image in the community that the party is a religious party. Communities need to be political education of voters in the general election voters who can be smart without looking at the background to be selected.

Keyword : Religion, Politics, Religion Symbol, Politics Party

Pendahuluan

            Indonesia sebagai negara yang multikultural mempunyai aspek-aspek kehidupan yang sangat sensitif untuk dibicarakan. Misalkan saja kita membicarakan soal agama pasti tidak akan habisnya di perdebatkan. Masyarakat yang terkenal religius ini seringkali menonjolkan simbol-simbol agamanya dalam kesehariannya. Sehingga hal ini di manfaatkan para aktor-aktor politik untuk menggalang dukungan dengan atribut-atribut agama. Biasanya hal yang seperti ini dilakukan oleh partai politik yang ber-asas agama, tetapi tidak sedikit pula partai politik sekuler yang menunjukan atribut agama untuk mendulang kekuatan politik dari masyarakat.

            Banyak pandangan  yang melihat politisasi agama ini sebagai hal yang negatif. Penyalahgunaan agama dikarenakan untuk memperoleh kekuasaan. Walau pun agama mengajarkan kita untuk berpolitik. Tetapi penggunaan atribut agama ini akan menimbulkan kesan buruk di masyarakat apabila pada kenyataannya tingkah laku dari pelakunya tidak sesuai dengan atribut agamanya.

Bila kita lihat ke belakang, sejak era orde baru sudah banyak partai politik yang mempolitisasi agama demi melegitimasi kepentinganya. Baik yang dilakukan oleh partai islam maupun partai sekuler. Penggunaan peci, sorban atau kerudung menjadi sering terjadi pada saat kampanye berlangsung. Bahkan ada juga yang menggandeng para ulama atau kyai sebagai daya tarik massa.

            Politisasi agama ini menarik untuk dikaji lebih dalam lagi untuk mengetahui bagaimana agama dilibatkan dalam kampanye pemilu, bentuk dari politisasi agama dan alasan para partai politik menggunakan simbol-simbol agama di dalam pemilu. Akan kita kaji lebih dalam lagi semua tentang politisasi agama yang dilakukan partai politik sebagai bentuk untuk memperoleh dukungan dari masyarakat.

Pembahasan

Definisi Politisasi Agama

            Agama merupakan sesuatu yang fundamental dalam masyarakat. Agama selalu adaa di dalam tubuh masyarakat. Kekuatan di dalam agama itu mengalahkan kekuatan yang lainnya. Bayangkan saja, banyak perang yang membunuh orang serta kejahatan-kejahatan lainnya atas dasar agama. Agama tidak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia. Seperti apa yang diungkapkan Geertz (dalam Pals,2001:413) bahwa adanya pengaruh agama dalam setiap pojok kehidupan Jawa. Pendapat ini membuktikan bahwa agama tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, agam sering kali dibawa oleh para aktor politik untuk melegitimasi kekuasaannya sehingga terkesan mempolitisir agama.

            Di dalam dunia politik banyak sekali yang menggunakan agama dan simbol-simbolnya untuk memperlancar legitimasi kepentingannya. Menurut Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/politisasi-agama) politisasi agama adalah politik manipulasi mengenai pemahaman dan pengetahuan keagamaan/kepercayaan dengan menggunakan cara propaganda, indoktrinasi, kampanye, disebarluaskan, sosialisasi dalam wilayah publik dilaporkan atau diinterpretasikan agar menjadi migrasi pemahaman, permasalahan dan menjadikannya seolah-olah merupakan pengetahuan keagamaan/kepercayaan dalam upaya memasukan kepentingan sesuatu ke dalam sebuah agenda politik pemanipulasian masyarakat atau kebijakan publik. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa politisasi agama merupakan sesuatu yang negatif atau buruk.

            Pengertian politisasi agama dalam islam sendiri memiliki arti kelompok yang menjadikan islam sebagai alat perjuangan, ideologi, insipirasi dan kontrol dalam tindakan politiknya. Bukan menjadikan agama (islam) sebagai alat untuk menarik simpati umat serta menjadikan agama sebagai alat politik, hal inilah yang disebut dengan politisasi agama.

            Muhammad Said Al-Asymawi (dalam Al-Islam Al-Siyasi 1987) berkata “Allah menghendaki Islam menjadi agama, tapi manusia menghendakinya menjadi [kekuatan] politik”. Dari kalimat berikut Al-Asymawi mengisyaratkan kita bahwa agama adalah universal, bukan politik yang bersifat parsial dan berjangka pendek guna memuluskan kekuasaan. Politisasi agama justru akan mengkerdilkan agama yang mempunyai tujuan universal dan berjangka panjang, bukan berdimensi pendek dan terbatas. Politisasi agama ini membuat agama kehilangan universalitasnya dan hanya sekedar menjadi alat untuk merebut kekuasaan berjangka pendek. Agama menjadi basis solidaritas untuk merebut kekuasaan politik. Akibatnya, benturan antar kepentingan sering tak terhindarkan.          

Politisasi Agama dalam Kampanye politik

            Pemeluk islam sebagai mayoritas menjadi target utama dukungan di dalam kampanye politik. Sangat mudah bagi para politisi untuk menarik dukungan bila berlatar belakang yang sama. Hal ini terus menerus dilakukan selagi masih dianggap ampuh untuk memperoleh simpati dan dukungan masyarakat.  Bentuk-bentuk dari politisasi agama yang dilakukan oleh para politisi ini mungkin tidak terlihat oleh masyarakat. Karena tertutupi oleh acara-acara keagamaan yang diadakan oleh sang politisi tersebut. Banyak tokoh agama dilibatkan di dalam pemilihan umum baik tingkat nasional maupun daerah. Hal itu dilakukan masih besar keyakinan bahwa tokoh agama mampu menjadi mesin pendulang suara.

            Misalnya partai X yang memanfaatkan kedekatannya dengan seorang kyai atau ulama dari pondok pesantren tertentu. Partai tersebut sering kali datang dan meminta restu kepada sang kyai tersebut. Hal ini akan menimbulkan citra religius dari partai tersebut. Sehingga masyarakat menganggap partai X adalah partai yang religius. Melihat kedekatannya tersebut para santri akan memilih partai X tersebut sebagai rasa hormat kepada sang kyai.

            Selain itu  kita temukan acara-acara zikir atau pengajian yang dilaksanakan oleh partai politik. Acara ini sedikit berbeda karena adanya waktu untuk berpidato yang terkesan orasi serta minta doa restu agar partainya dapat menang pemilihan umum. Ada juga yang membagi-bagikan sembako atau pun uang tunai setelah acara berlangsung. Cara ini digunakan untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat.

                        Penggunaan simbol-simbol keagamaan seperti gelar haji, jilbab, peci, sorban dan baju koko pasti tak pernah ketinggalan dari tubuh sang politisi ketika partai politik tersebut berkampanye. Hal ini kelak dilakukan oleh partai islam ataupun partai sekuler. Apakah simbol-simbol agama tersebut tetap dipakai walau pun tidak saat berkampanye? Sepertinya hanya saat kampanye saja digunakan agar dapat tercitra partai yang religius. Hal ini akan menimbulkan kesan munafik ketika partai politik yang sudah tercitrakan religius terjerat kasus korupsi atau kasus lain yang mencemarkan nama baik partai tersebut. Bila kita lihat spanduk di pinggir jalan banyak sekali terlihat caleg yang beratribut islami. Misalnya di depan namanya ditambahkan gelar HAJI, memakai peci atau kopiah bagi yang laki-laki atau. kerudung bagi yang perempuan. Tentu ini menjadi pertanyaan bagi masyarakat kenapa para caleg ini yang mungkin awalnya di masyarakat berpenampilan biasa-biasa saja tiba-tiba ketika mencalonkan diri sebagai legislator mendadak berpenampilan agamis. Ini merupakan politisasi agama yang digunakan untuk mencitrakan diri sebagai seorang yang agamis sehingga masyarakat mempercayainya.

            Lain kasus dengan yang ini, kampanye dari bupati Indramayu Irianto MS Syafiudin yang memasang iklan bernuansa mempolitisasi agama sewaktu pilkada. Di dalam poster-posternya tertulis “Masyarakat Indramayu agar terus mendukung pemimpin Indramayu dari Partai Golkar. Apabila tidak mendukung, maka kita termasuk golongan yang mengkhianati Allah, Rasul, dan kaum muslimin”. Tidak dimengerti apa maksud dari Irianto menulis kalimat tersebut. Ini jelas-jelas menjelekan suatu agama tertentu, seolah-olah agama begitu kejam menyalahkan orang lain yang tidak memilih golkar. Apakah agama hanya untuk golongan tertentu saja? Ini jelas-jelas dapat memicu konflik, tujuan awalnya yang jelas adalah untuk meraih dukungan dari masyarakat.

            Politisasi agama merupakan cara yang paling ampuh digunakan oleh partai politik untuk meraih dukungan. Alasan ini lah yang paling tepat mengapa partai politik menggunakan. Para partai politik menganggap penggunaan agama dalam politiknya tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan berpolitiknya.

KESIMPULAN DAN SARAN

            Politisasi agama sepertinya adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh para partai politik demi memperoleh banyak dukungan. Agama ini mempunyai daya tarik tersendiri dalam meraih simpati dan dukungan. Politisasi agama cenderung memberikan pencitraan saja dan terkesan pembodohan masyarakat. Masyarakat dibuat tidak memperhatikan kredibilitas dari partai politik tersebut karena adanya kesamaan agama dan pencitraan yang agamis.

            Masyarakat kini perlu bijak dalam memilih partai politik. Melihat sepak terjang dan prestasi yang dari partai politik tersebut tanpa mengaitkan dengan kesamaan agama. Sehingga masyarakat pun menjadi pemilih yang cerdas dan tidak dapat dibodohi oleh kampanye-kampanye partai politik. Bagi partai politik sebaiknya mengadakan kampanye yang lebih rasional, apa adanya, transparan dan edukatif sehingga masyarakat. Partai politik harus meningkatkan prestasinya agar dapat ditunjukan sebagai partai yang mempunyai kredibilitas tinggi dan tidak hanya sekedar pencitraan serta mengejar kekuasaan semata.

 

 

 

 

 

Work Cited

Http://www.waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=3864

Kirbiantoro, S and Dedy Rudianto. Pergulatan Ideologi Partai Politik di Indonesia. Jakarta : Intimedia Publisher. 2009. 32-55

Puspitasari, Elis. “Politisasi Agama” Kajian Tentang Politisasi Agama oleh Para Caleg pada Pemilu Legislatif 2009 di Banyumas 11.3 (2010): 253-267

http://anakrinjani.wordpress.com/2009/04/27/marak-politisasi-agama-menuai-kecaman-2/

http://muslimdaily.net/berita/lokal/fpi-iklan-bupati-indramayu-lecehkan-islam.html

Tinggalkan komentar